Halaman

Minggu, 05 Juni 2011

POTRET USAHATANI DI PULAU JAWA DAN BALI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

1.1.1        Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT)

Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu pembangunan pertanian sebagaimana pembangunan perekonomian nasional harus dilakukan dengan memberdayakan potensi sumberdaya ekonomi dalam negeri yang dimiliki, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dunia yang terus berkembang secara dinamis.

Terbentuknya sentral pembangunan agrobisnis terpadu (SPAT) sebagai perwujutan amplikasi konsep pertanian terpadu (intergral farming) melalui proses perkumpulan yang cukup panjang dalam dunia pertanian. Berangkat dari keprihatinan yang dirasakan seorang unggul abinowa, sarjana lulusan unibra 1985 yang telah mengeluti aktivitas bercocok tanam sejak semasa kuliah dan mengamati ketidakadilan yang di terima para petani. Sehingga mengantarkan tekatnya menerapkan konsep pertanian di desa parelegi, kecamatan purwodadi, kabupaten pasuruan.

Kebun terpadu yang telah dikembangkan oleh pak. Unggul Abinowo sejak 17 tahu lebih dinyatakan tempat pertama sebagai sentra pengembangan agrobisnis terpadu (SPAT-Purwodadi). Ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Menpora Agung Laksono pada prasasti batu onyx pada tanggal 16 april 1999. Dalam kiprah awalnya (SPAT-Purwodadi) mengadakan kegiatan bersama dengan beberapa lembaga mengadakan seminar nasional agrobisnia, dilasanakan pada tanggal 27 aktomber 1997 di Pondok Pesantren Ab-Nur Bululawang Malang. Acara ini  di buka mempora Hayono Ismam. Dilanjutkan dengan sarasehan pemuda pelopor tingkat nasional dilaksanakan pada tanggal 29 oktomber 1997 dengan hasil terbentunya satuan pelaksana tugas pusat (BP3D)/Brigade Pemuda Pelopor Pembangunan Desa. (SPAT-Purwodadi) mencoba untuk memfasilitasi kegiatan kepemudaan pada tanggal 16 april 1998 dalam acara temu wicara pondok pesantren sejawa timur. Hasilnyapun cukup menggembirakan, di antaranyan diterapkan beberapa teknologi tepat guna karya nyata pemuda pelopor.

Diluar aktivitas formal tersebut (SPAT- Purwodadi) kerap mejadi tempat kegiatan yang besifat masal. Banyak lembaga social atau lembaga profesi seperti aspeni-flora, penyuluan terhadap para petani sejawa timur atau ibu-ibu yang dipandu oleh Ibu Pangdam V Brawijaya, mengadakan pertemuan di (SPAT-Purwodadi).juga kunjungan mahasiswa dari bebagai peguruan tinggi. Sedangkan kunjungan yang sangat berarti bagi (SPAT-Puwodadi) yaitu pada tanggal 4 juni 1998. dimana mentri pertanian ketika mengadakan kunjungan diknas ke malang iapun menyempatkan diri berkunjung ke   SPAT. Setelah kunjungan, SPAT mendapatkan SK sebagai pusat pelatihan pertanian dan swadaya perdesaan (P4S) dari Badan Diklat Pertanian.

SPAT menyajikan Bakpao Telo sebagai produk unggulan untuk menarik minat beli konsumen. Bakpao Telo adalah bakpao yang berbahan dasar ubi jalar yang kemudian dihancurkan menjadi tepung ubi jalar. Untuk tetap mempertahankan minat beli terhadap Bakpao Telo, manajemen harus mengantisipasi strategi pemasaran dengan mempertahankan kepuasan konsumen. Kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberi nilai dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas dengan harga bersaing. Atribut Bakpao Telo adalah unsur-unsur Bakpao Telo yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengembangan keputusan pembelian.


1.1.2        Museum Subak

Pada tanggal 17 Agustus 1975, I Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan agama (kanwil Departemen Agama Propinsi Bali) mencetuskan gagasan melestarikan lembaga adat subak sebagai warisan budaya bangsa yang luhur. Subak yang telah ada sejak jaman dulu (abad ke XI) dan berkembang hingga kini, masih menempatkan jati diri dengan ciri khas kemandirian atas landasan filsafat yang kekal yaitu”Tri Hita Karana”, tiga penyebab kebahagiaan ( hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, dan antar manusia).Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, tidak dapat dipungkiri perkembangan itu akan berpengaruh pula terhadap kehidupan subak.

Bila hal ini terjadi dalam waktu singkat maka berbagai peralatan tradisional akan cepat berganti, sehingga akan sulit dilacak dan perlu dihimpun kembali peralatan yang berjasa dalam kehidupan subak itu, karena telah berganti denan alat-alat modern. Atas dasar itulah, muncul gagasan untuk mempertahankan salah satu wilayah subak yang masih asri lestari untuk dijadikan semacam cagar budayapada tempat itu dibangun pula tempat penyimpanan alat/ peralatan dan benda-benda yang ada kaitannya dengan usaha tani serta kehidupan subak, termasuk didalamnya dibangun rumah petani tradisional yang mengikuti segala aturan pembangunan asta bumi danasta kosala-kosali, tata ruang dan tata letak menurut tradisi masyarakat Bali. Gagasan tersebut di atas disebut” Cagar Budaya Museum Subak”, yang selanjutnya bernama ‘Museum Subak”.

Pada musim tanam tahun 1979, subak Rejasa memperoleh juara I Supra Insus TingkatNasional, sebagai prestasinya dalam meningkatkan produksi pertanian. Berhubung dengan hal tersebut Gubernur Kepala daerah Tingkat I Bali. Prof. Dr. Ida bagus Mantra saat itu mempunyai gagasan untuk mendirikan Museum Subak di daerah Sanggulan, karena kabupaten Tabanan mempunyai subak terbanyak dan terluas arealnya yang juga Tabanan terkenal sebagai lumbung berasnya Bali.
Keberadaan Museum Subak sangat penting dalam rangka pelestarian dan mengantisipasi punahnya keberadaan subak di Bali. Dimana fungsi dan peran Museum Subak tidak hanya sekedar untuk mengantisipasi punahnya Subak di Bali, tetapi sekarang ini Museum Subak memiliki fungsi lainnya.
Adapun fungsi tujuan didirikannya Museum Subak adalah sebagai berikut:
·        Menghimpun berbagai benda dan data yang berkaitan dengan Subak, termasuk yang mempunyai nilai sejarah serta menyuguhkannya sebagai sarana study / penelitian;
·        Menggali, menyelamatkan, mengamankan dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan Subak;
·        Menyuguhkan sebagai bahan informasi, pendidikan dan dokumentasi tentang Subak;
·        Tempat rekreasi / obyek pariwisata.

1.1.3        Agrokusuma

Kusuma agrowisata berada di pusat Kota Batu, tepatnya disuatu lembah yang dikelilingi panaroma indah Pegunungan Panderman dan Bukit Tuyomerto. Pada awalnya Kusuma Agrowisata merupakan lahan kritis berbatu yang hanya ditumbuhi rumpun bambu dan tanaman perdu atau gulma. Lalu sejak tahun 1989 dijadikan kawasan yang produktif untuk komoditi apel dan jeruk, dengan melalui proses yang panjang dimana pengolahannya menggunakan teknologi konservasi Agrowisata sekitar.

Sekitar tahun 1992 Kusuma Agrowisata sudah menggeluti tanaman jeruk selain tanaman apel yang menjadi unggulan pada saat itu di Kota Batu. Selain tanaman jeruk, apel, kini juga dikembangkan stroberi, yang dapat terlihat di lahan perkebunan Kusuma Agrowisata. Jenis-jenis jeruk di Kusuma Agrowisata ada 3 macam, yaitu: jeruk Jova, jeruk Groovery (tanpa biji) dan jeruk Keprok Punten. Untuk jeruk jenis Jova spesifiknya hanya berada di daerah Jawa Timur. Sebenarnya Kusuma Agrowisata pernah mengembangkan jeruk jenis Nambangan atau dikenal jeruk Pamelo, namun tidak cocok dikarenakan tidak cocok ketinggiannya sehingga buah tersebut memiliki rasa getir. Menurut Hary Bagio, prinsip dasar untuk budidaya tanaman jeruk adalah memperhatikan agroklimatnya, seperti suhu, ketinggian tempat dan kelembaban dan juga memperhatikan karakteristik tanaman yang akan ditanam.

            Luas areal Kusuma Agrowisata 17 ha. Luas untuk kebun apel kurang lebih 10 ha dengan jumlah blok sebanyak 26 blok yang terdiri dari 8.581 pohon apel. Sedangkan luas areal kebun jeruk kurang lebih 2,80 ha yang terdiri dari 5 blok dengan jumlah tanaman sebanyak 609 pohon, ditambah dengan bangunan green house yang luasnya kurang lebih 0.4 ha. Dan ada juga lahan tanaman stroberi, jambu biji, dan tanaman hias (agrobunga).

Sejak tanggal 21 Mei 1992, kawasan perkebunan tersebut diubah menjadi kawasan agrowisata yang diberi nama Kusuma Agrowisata yang setiap harinya dibuka untuk pengunjung. Langkah tresebut diambil untuk meningkatkan mutu penjualan komoditi yang ada. Kusuma Agrowisata bertujuan mencari konsumen dengan memberikan fasilitas kepada konsumen untuk menikmati buah apel maupun jeruk dari hasil petik sendiri. Tujuan didirikannya Kusuma Agrowisata secara umum adalah untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mengisi dan memperluas pasar baik dalam negeri maupun luar negeri, serta untuk menunjang perkembangan wilayah.

Sedangkan tujuan khususnya yaitu menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata, dan menciptakan iklim usaha yang baik pada pengusaha di bidang Agro dan Pariwisata di dalam menyelenggarakan pelayanan wisata, menciptakan pemasaran terpadu. Selain itu juga, bertujuan untuk mengamankan dan melestarikan citra produk perkebunan sebagai salah satu diversifikasi produk wisata, dan menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha di kawasan atau usaha pertanian lainnya berupa akomodasi, pertokoan, suvenir, pemandu dan lain-lain, serta memberikan nilai tambah bagi usaha pertanian berupa tambahan pendapatan dari adanya paket-paket wisata khusus seperti jasa pelayanan akomodasi, makan dan minum.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana strategi pengembangan agribisnis bakpao telo?
1.2.2   Apa saja tujuan didirikannya museum Subak?
1.2.3   Bagai mana pola pengembangan agribisnis terpadu di Agrokusuma?

1.3     Tujuan
1.3.1   mengetahui strategi pengembangan agribisnis bakpao telo
1.3.2   menhetahui tujuan didirikannya museum subak
1.3.3   mengetahui pola pengembangan agribisnis terpadu di Agrokusuma















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu usaha tani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang maksimal (Suratiyah, 2006).

Di dalam proses produksi usahatani untuk menghasilkan suatu produk dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa faktor. Adapun faktor-faktor produksi yang digunakan, seperti modal, tanah, tenaga kerja, bibit, dan pupuk. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan petani (Prawirokusumo, 1990).

Faktor produksi modal sangat diperlukan. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Dengan kata lain, keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang diterapkan. Kekurangan modal menyebabkan kurang masukan yang diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima (Daniel, 2002)

            Untuk menganalisa imbangan penerimaan dan biaya, metode yang digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C), R/C bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Analisa ini akan menguji seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1993).

Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usahatani tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila R/C Ratio = 1, maka cabang usahatani ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995).

Dilihat dari jenisnya, biaya dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang tetap jumlahnya,dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi yang diperoleh. Yang tergolong dalam biaya ini antara lain ; sewa lahan, penyusutan alat dan bangunan pertanian, traktor dan sebagainya. Biaya tidak tetap yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi. Yang diperoleh Tergolong dalam biaya ini antara lain ; biaya pupuk, bibit, pestisida, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah. Total dari penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap adalah total biaya (total cost) dari suatu kegiatan usahatani (Soekartawi,2006).

Analisis finansial merupakan suatu studi yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi yang dijalankan layak atau tidak layak dilihat dari aspek finansial / keuangan. Analisis finansial lebih memusatkan penilaian usaha dari sudut pandang investor dan pemilik usaha, sehingga dapat dikatakan bahwa analisis finansial lebih berorientasi pada profit motive dan tidak memperhatikan dampaknya terhadap perekonomian dalam rung lingkup yang lebih luas. Sasaran utama analisis finansial adalah menemukan dan berusaha untuk mewujudkan besarnya penerimaan usaha yang diharapkan oleh investor selaku penyandang dana (Soekartawi,2006).

Tujuan analisis usahatani adalah untuk untuk menentukan usaha yang akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan atau memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Kadariah,1998).

Menurut Santoso (1990), beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah
sebagai berikut Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian, Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman., Meningkatkan produktifitas tanah sekaligus memperbaiki sifat tanah.

Sebagai komoditas pertanian yang memiliki nilai strategis, baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik, komoditas padi telah menjadi perhatian pemerintah, khususnya menyangkut kebijakan perdagangan internasional, distribusi, pemasaran dan harga domestik. Produk pertanian, khususnya padi/beras sesungguhnya tidak didasarkan pada prinsip persaingan dengan tatanan yang sama, dimana banyak negara memberikan dukungan dan perlindungan bagi petani domestiknya (Rachman et.al. 2002).

Di sisi lain, perubahan rejim pasar dari pasar terkendali ke pasar bebas menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar, hal ini secara langsung berpengaruh terhadap kemampuan daya saing sistem usahatani domestic (PSE-DAI, 2001).

Distribusi pupuk untuk usahatani tanaman pangan dimonopoli oleh pemerintah dengan harga bersubsidi, sedangkan pupuk untuk usaha perkebunan tanpa subsidi pemerintah, sehingga hal ini berdampak pada mis-alokasi penyaluran pupuk. Kecenderungan mengalirnya pupuk bersubsidi ke usahatani non pangan membawa implikasi berkurangnya ketersediaan pupuk untuk usahatani tanaman pangan, dan kerapkali hal ini dikaitkan dengan isu kelangkaan pupuk (Rachman, 2002).

Menurut Kadarsan (1993), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.

Petani kecil adalah :a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun. b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa. c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas. d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis. (Soekartawi, 1986)

2.1      Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT)

Direktur Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu – SPAT (Ir. Unggul Abinowo, MS) menyatakan bahwa SPAT merupakan kegiatan pengembangan agribisnis yang memanfaatkan potensi sumber daya lokal secara optimal untuk peningkatan pendapatan. Visi SPAT ialah mewujudkan model pertanian terpadu yang efisien, tangguh, modern berkelanjutan dan berdimensi kerakyatan. Komoditas utama yang dikembangkan SPAT adalah ubi jalar, selain itu juga dikembangkan komoditas lainnya, dengan sistem pengembangan diversifikasi produk olahan.

            Terbentuknya sentral pembangunan agrobisnis terpadu (SPAT) sebagai perwujutan amplikasi konsep pertanian terpadu (intergral farming) melalui proses perkumpulan yang cukup panjang dalam dunia pertanian. Berangkat dari keprihatinan yang dirasakan seorang unggul abinowa, sarjana lulusan unibra 1985 yang telah mengeluti aktivitas bercocok tanam sejak semasa kuliah dan mengamati ketidakadilan yang di terima para petani. Sehingga mengantarkan tekatnya menerapkan konsep pertanian di desa parelegi, kecamatan purwodadi, kabupaten pasuruan.
            Kebun terpadu yang telah dikembangkan oleh pak. Unggul Abinowo sejak 17 tahu lebih dinyatakan tempat pertama sebagai sentra pengembangan agrobisnis terpadu (SPAT-Purwodadi). Ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Menpora Agung Laksono pada prasasti batu onyx pada tanggal 16 april 1999.

            Dalam kiprah awalnya (SPAT-Purwodadi) mengadakan kegiatan bersama dengan beberapa lembaga mengadakan seminar nasional agrobisnia, dilasanakan pada tanggal 27 aktomber 1997 di Pondok Pesantren Ab-Nur Bululawang Malang. Acara ini  di buka mempora Hayono Ismam. Dilanjutkan dengan sarasehan pemuda pelopor tingkat nasional dilaksanakan pada tanggal 29 oktomber 1997 dengan hasil terbentunya satuan pelaksana tugas pusat (BP3D)/Brigade Pemuda Pelopor Pembangunan Desa. (SPAT-Purwodadi) mencoba untuk memfasilitasi kegiatan kepemudaan pada tanggal 16 april 1998 dalam acara temu wicara pondok pesantren sejawa timur. Hasilnyapun cukup menggembirakan, di antaranyan diterapkan beberapa teknologi tepat guna karya nyata pemuda pelopor.

2.2      Museum Subak

Pada tanggal 17 Agustus 1975, I Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan agama (kanwil Departemen Agama Propinsi Bali) mencetuskan gagasan melestarikan lembaga adat subak sebagai warisan budaya bangsa yang luhur. Subak yang telah ada sejak jaman dulu (abad ke XI) dan berkembang hingga kini, masih menempatkan jati diri dengan ciri khas kemandirian atas landasan filsafat yang kekal yaitu”Tri Hita Karana”, tiga penyebab kebahagiaan ( hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, dan antar manusia).Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, tidak dapat dipungkiri perkembangan itu akan berpengaruh pula terhadap kehidupan subak.


Subak adalah sistem pengelolaan distribusi aliran irigasi pertanian khas masyarakat Bali.Sistem ini sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan terbukti mampu meningkatkan produktifitas pertanian di Bali.Melalui sistem Subak, para petani memperoleh jatah air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah warga.Secara filosofis, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari konsep Tri Hita Karana, yaitu relasi harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dan alam, serta relasi antar sesama manusia.Oleh sebab itu, kegiatan dalam perkumpulan Subak tak hanya meliputi masalah pertanian semata, melainkan juga meliputi masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki yang belimpah.

 Bila hal ini terjadi dalam waktu singkat maka berbagai peralatan tradisional akan cepat berganti, sehingga akan sulit dilacak dan perlu dihimpun kembali peralatan yang berjasa dalam kehidupan subak itu, karena telah berganti denan alat-alat modern. Atas dasar itulah, muncul gagasan untuk mempertahankan salah satu wilayah subak yang masih asri lestari untuk dijadikan semacam cagar budayapada tempat itu dibangun pula tempat penyimpanan alat/ peralatan dan benda-benda yang ada kaitannya dengan usaha tani serta kehidupan subak, termasuk didalamnya dibangun rumah petani tradisional yang mengikuti segala aturan pembangunan asta bumi danasta kosala-kosali, tata ruang dan tata letak menurut tradisi masyarakat Bali. Gagasan tersebut di atas disebut” Cagar Budaya Museum Subak”, yang selanjutnya bernama ‘Museum Subak”.

2.3      Agrokusuma

Menurut Moh. Reza T. dan Lisdiana F, agrowisata adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga seabagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan baik darat maupun laut.

            Kusuma agrowisata berada di pusat Kota Batu, tepatnya disuatu lembah yang dikelilingi panaroma indah Pegunungan Panderman dan Bukit Tuyomerto. Pada awalnya Kusuma Agrowisata merupakan lahan kritis berbatu yang hanya ditumbuhi rumpun bambu dan tanaman perdu atau gulma. Lalu sejak tahun 1989 dijadikan kawasan yang produktif untuk komoditi apel dan jeruk, dengan melalui proses yang panjang dimana pengolahannya menggunakan teknologi konservasi Agrowisata sekitar.

Sekitar tahun 1992 Kusuma Agrowisata sudah menggeluti tanaman jeruk selain tanaman apel yang menjadi unggulan pada saat itu di Kota Batu. Selain tanaman jeruk, apel, kini juga dikembangkan stroberi, yang dapat terlihat di lahan perkebunan Kusuma Agrowisata. Jenis-jenis jeruk di Kusuma Agrowisata ada 3 macam, yaitu: jeruk Jova, jeruk Groovery (tanpa biji) dan jeruk Keprok Punten. Untuk jeruk jenis Jova spesifiknya hanya berada di daerah Jawa Timur. Sebenarnya Kusuma Agrowisata pernah mengembangkan jeruk jenis Nambangan atau dikenal jeruk Pamelo, namun tidak cocok dikarenakan tidak cocok ketinggiannya sehingga buah tersebut memiliki rasa getir. Menurut Hary Bagio, prinsip dasar untuk budidaya tanaman jeruk adalah memperhatikan agroklimatnya, seperti suhu, ketinggian tempat dan kelembaban dan juga memperhatikan karakteristik tanaman yang akan ditanam.








BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

Fieldtrip ini dilaksanakan selama 10 hari dimulai pada tanggal 13 mei sampai dengan tanggal 22 mei 2011, dengan rute palembang – bali – malang – yogyakarta – jakarta - palembang. Perjalanan dari palembang sampai kebali memerlukan waktu kurang lebih 3 hari, di bali kami mencari data selama lebih kurang 3 hari kemudian dimalang kami mencari data selama 2 hari, yogjakarta juga 2 hari dan terakhir di jakarta 1 hari. Di Bali kami mendapat data dari Museum Subak, kemudian di Malang kami memperoleh data di diAgrokusuma dan SPAT bakpao telo.

















BAB IV
PEMBAHASANA

4.1      Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT)

sentral pembangunan agrobisnis terpadu (SPAT) sebagai perwujutan amplikasi konsep pertanian terpadu (intergral farming) melalui proses perkumpulan yang cukup panjang dalam dunia pertanian. Berangkat dari keprihatinan yang dirasakan seorang unggul abinowa, sarjana lulusan unibra 1985 yang telah mengeluti aktivitas bercocok tanam sejak semasa kuliah dan mengamati ketidakadilan yang di terima para petani. Sehingga mengantarkan tekatnya menerapkan konsep pertanian di desa parelegi, kecamatan purwodadi, kabupaten pasuruan.

Kebun terpadu yang telah dikembangkan oleh pak. Unggul Abinowo sejak 17 tahu lebih dinyatakan tempat pertama sebagai sentra pengembangan agrobisnis terpadu (SPAT-Purwodadi). Ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Menpora Agung Laksono pada prasasti batu onyx pada tanggal 16 april 1999.

            Setra adalah sebagai pusat pemanduan potensi, aksi dan gerakan pemberdayaan masyarakat. SPAT menjadi mediator masiarakat dengan menyediakan berbagai macam program. Program ini merupakan komitmen dan didasarkan pada visi parapemuda pelopor tingkat nasianal. Dalam visi tersebut disepakati bahwah kegiatan yang dilaksanakan akan senantiasa mengapdikan diri dengan cara begerak di perdesaan dan bewawasan agrobisnis.

SPAT berdiri dengan mengembangkan usaha yang begerak dari hulu hingga hilir, dengan mengambil produk tanaman ubi jalar/bakpao telo sebagai bahan baku utama. Pak unggul abinowo mengangap ubi jalar adalah tanaman propektif karena telah banyak di kembangkan dan digunakan sebagai produk olahan di Negara-negara maju. Disamping itu ubi jalar memiliki keunggulan nutrisi yang tidak kalah dngan produk-produk pertanian lainyan. Pada saat itu ubi jalar sebagai komoditi yang terpinggirkan juga memiliki nilai ekonomis yang rendah serta harga yang murah.

Berbekal kemampuan menyerap potensi bahan baku dan kemampuan melihat pasar, produk yang petama diluncurkan adalah pakpao telo. Dengan intensitas dan kemampuan aksepbilitas teknologi, produk-produk ubi jalar berkembang hingga tahun 2008 menjadi sekitar 40 item produk. Diantara produk tersebut adalah mie telo, French fries telo, kue-kue telo, es krim telo, tepung telo dan sebagainya.

Bakpao telo merupakan hasil eksperimen Unggul yang pertama. Ia kemudian memasarkan sendiri bakpaonya. Sejak awal, tanda-tanda sukses sudah tampak. Hasil panen empat hektare tanaman telo yang diolah menjadi bakpao ludes hanya dalam seminggu. Di tangan Unggul, gengsi telo segera melesat. Makanan yang dianggap tak bergizi ini naik pangkat menjadi primadona. Saya berhasil membuktikan, ubi jalar yang biasanya hanya dijual dengan harga sekitar Rp 400 per kilogram bisa ditingkatkan menjadi Rp 1.000-Rp 1.500 per kilogram, bahkan bisa lebih dari Rp 4.000 sekilo setelah dijadikan bakpao telo,” kata Unggul dengan bangga. Sampai sekarang, ia telah mengembangkan 20 jenis kue yang terbuat dari telo.

Harga kue-kue telo itu bervariasi dari Rp 1.000 hingga Rp 10.000. Harga bakpao rasa keju hanya Rp 1.500, sedangkan roti telo rasa sosis dijual Rp 3.500. Roti mangkuk lebih mahal, yakni Rp 5.000, sedangkan hot dog telo Rp 5.000. Harga mi telo Rp 3.000, sementara telo oven Cilembu dijual Rp 10.000.  Kini Unggul mesti menyediakan telo sebanyak lima hingga enam ton untuk bahan pembuat aneka kue dalam waktu seminggu. Padahal pemasarannya masih terpusat di Terminal Agrobisnis saja. “Saya sedang merintis pasar di Jakarta dan Surabaya,” ujar pria yang meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Pembangunan Pertanian pada 1996 itu.  Sukses bakpao telo mendorong Unggul mendirikan Sentra Pengembangan Agrobisnis Terpadu (SPAT) pada 1984. Lembaga ini memiliki kebun percontohan seluas 2,5 hektare di Desa Parelegi, Kecamatan Purwodadi, Pasuruan.

4.2   Museum Subak

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Lingkungan topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam menyebabkan sumber air untuk suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh. Kadang-kadang untuk dapat menyalurkan air ke sebuah kompleks persawahan, mereka harus membuat terowongan menembus bukit cadas. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani Bali menghimpun diri dan membentuk organisasi Subak.

Subak, demikian orang sering menyebut,yang berdasarkan atas filosofi Tri Hita Karana dapat dipandang sebagai suatu sistem, karena subak mengandung tiga komponen pokok yaitu;
1.      Parahyangan: hubungan manusia dengan Tuhan Yang Mahya Esa
2.      Pawongan: Hubungan Manusia dengan Manusia
3.      Palemahan: Hubungan Manusia dengan lingkungan alamnya.

Berdasarkan pendataan/inventarisasi terhadap keberadaan subak di Bali, maka jumlah subak di Bali pada akhir tahun 2004 tercatat sebanyak 1.559 subak dengan luas wilayah seluruhnya 129.587.12 Ha. Adapun pura-pura yang ada di lingkungan subak antara lain:
1.      Pura bedugul (yang dibangun pada setiap tempat pembaian air dan bendungan)
2.      Pura Ulun Suwi (yang dibangun pada setiap wilayah subak atau bberapa subak yang mempunyai sumber air yang sama)
3.      Pura Ulun Danu, yang terdapat pada tempat pada keempat danau di bali yaitu; daanau Beratan, danau Buyan, danau Tamblingan, dan danau Batur.
4.      Pura Masceti, yang dibangun dalam wilayah dimana subak itu  berada.

Tujuan Didirikannya Museum Subak yaitu: Menggali dan menghimpun berbagai benda dan data yang berkaitan dengan subak, termasuk yang mempunyai nilai sejarah serta menyuguhkannya sebagai sarana study/penelitian., Menyelamatkan, mengamankan dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan subak., Menyuguhkan sebagai bahan informasi, dokumentasiu serta media pendidikan tentang subak, Tempat rekreasi / obyek pariwisata.

Upacara keagamaan yang dilakukan oleh anggota subak pada garis besarnya dapat dibagi dua upacara yang dilakukan secara perseorangan dan upacara yang dilakukan oleh kelompok (tempek/subak). Upacara keagamaan yang dilakukan oleh para petani adalah:
1.      Ngendagin yang dilakukan mulai melakuka pencakulan pertama
2.      Ngawiwit yang dilaksanakan pada waktu petani menbur benih di pembibitan.
3.      Mamula/nandur dilaksanakan pada saat menanam
4.      Neduh dilakukan pada saat padi berumur satu bulan dengan harapan agar padi tidak diserang hama penyakit
5.      Binkukung dilakukan pada saat padi bunting
6.      Nyangket dilakukan pada saat panen.
7.      Mantenin dilakukan pada saat padi disimpan di lumbung atau tempat lainnya sebelum padi diolah menjadi beras untuk pertama kalinya.

Pada tingkat tempek, upacara yang dilakukan antara lain: Upacara mapag toya, dilakukan di dekat bendungan menjelang pengolahan tanah., Upacara nyaeb/mecaru, dilakukan agar padi tidak diserang hama penyakit, Upacara ngusaba, dilakukan menjelang panen. Adapun upacara yang lainnya, serta harus dilakukan oleh para petani antara lain: Nyepi sawah, hal ini dilakukan sebagai simbolis pembersihan buana agung dan buana alit yang nantinya akan menghasilkan keseimbangan dalam kehidupan manusia, Nangluk merana, merupakan suatu ritual dalam rangka menolak hama yang ada di sawah dengan melaksanakan suatu upacara yang berkaitan dengan pura yang mempunyai hubungan dengan penguasa hama.

Subak memiliki berbagai fungsi dari intern, ekstern, segi jasa, dan segi motivasi. Dari segi intern subak memiliki berbagai fungsi diantaranya sebagai berikut:
1.      Mengatur pembagian air dengan sistem temuku, yaitu;
2.      Temuku aya: pembagian air di hulu
3.      Temuku Gede: ukuran bagian air untuk wilayah persubakan
4.      Temuku penasan: ukuran bagian air yang langsung ke petak sawah yang jumlah petani sawah 10 bagian.
5.      Temuku penyahcah: ukuran bagaian air untuk perorangan.
6.      Memelihara bangunan pengairan disertai dengan pengamanan, sehingga dapat dihindari kehilangan air pada saluran air.
7.      Mengatur tata guna tanah dengan sistem sengkedan, sehingga lahan tanah yang tadinya bergunung-gunung menjadi hamparan sawah yang berundak-undak. 

Fungsi Subak secara Ekstern
Vertikal: hubungan subak dengan lembaga pemerintah atasan (sedahan, sedahan agung maupun bupati/walikota, yang mempunyai hubungan struktural, khususnya di bidang pengenaan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), namun diimbali dengan petunjuk-petunjuk dalam meningkatkan produksi pertanian di subak.

Hubungan subak dengan lembaga selevel seperti; desa dinas atau kelurahan dan desa adat yang diwujudkan dalam bentuk koordinasi.
Fungsi subak dilihat dari segi jasa sebagai berikut:
1.      Penatagunaan air tradisional: dapat meringankan beban pemerintah, misalnya dalam pembuatan sarana persubakan (membeton empangan dan saluran air lainnya, semula dengan batu padas, pepohonan (turus hidup) pada pembuatan areal sawah baru dapat menekan biaya milyaran rupiah.
2.      Pola tanam; adanya sistem kerta masa; menekan/meutus siklus hidup hama dan pemnyakit tanaman, sekaligus menghindari bertanam padi secara tulak sumur (tidak serempak penanamannya).
3.      Usaha tani terpadu; seperti kolam air deras, mina padi, peternakan itik dan sapi sangat baik dengan lahan pertanian (sistem tumpang sari, yakni padi di tengah dan mina dipinggir petakan sawah serta sayur mayur di pematang petakan sawah)
4.      Otonomi; subak mengatur hak dan kewajiban warganya serta upaya pemulihan atas pelanggaran yang terjadi, yang dikenal dengan istilah awig-awig, sima, perarem, dan sebagainya.
5.      Produksi; padi ari tahun ke tahun dapat ditingkatkan, contoh; subak rejasa tahun 1979 berhasil keluar sebagai juara 1 supra insus tingkat nasional.

Fungsi subak dilihat dari segi motivasi, dilihat dari faktor

Religius/keagamaan; yang melandasi subak adalah agama Hindu, yng bertujuan” moksartham Jagadhita ya ca iti dharma” (menuju kesejahteraan lhir dan batin). Sosial budaya; “desa kala patra dan desa mawa cara”, yaitu penyesuaian dengan situasi dan kondisi setempat. Pemanfaatan; subak dapat dibagi menjadi tempek, banjaran, munduk, atau arahan.


4.3      Agrokusuma

Sekitar tahun 1992 Kusuma Agrowisata sudah menggeluti tanaman jeruk selain tanaman apel yang menjadi unggulan pada saat itu di Kota Batu. Selain tanaman jeruk, apel, kini juga dikembangkan stroberi, yang dapat terlihat di lahan perkebunan Kusuma Agrowisata. Jenis-jenis jeruk di Kusuma Agrowisata ada 3 macam, yaitu: jeruk Jova, jeruk Groovery (tanpa biji) dan jeruk Keprok Punten. Untuk jeruk jenis Jova spesifiknya hanya berada di daerah Jawa Timur. Sebenarnya Kusuma Agrowisata pernah mengembangkan jeruk jenis Nambangan atau dikenal jeruk Pamelo, namun tidak cocok dikarenakan tidak cocok ketinggiannya sehingga buah tersebut memiliki rasa getir. Menurut Hary Bagio, prinsip dasar untuk budidaya tanaman jeruk adalah memperhatikan agroklimatnya, seperti suhu, ketinggian tempat dan kelembaban dan juga memperhatikan karakteristik tanaman yang akan ditanam

            Di Agrokusuma kebun apel ada berbagai paket yang disajikan, mulai dari harga Rp.29.000,- sampai dengan Rp.44.000,- di hari biasa dan di akhir pekan paket dimulai dari harga Rp.34.000,- sampai dengan Rp.49.000,- per orang. Dengan biaya segitu kita bias berkeliling dikebun apel dan memetik 2 buah apel per orang ditambah kita juga bias mendapatkan jus apel. Jika tidak suka berjalan kaki di agrokusuma menyediakan mobil terbuka yang bias kita gunakan dengan hanya membayar uang sebesar Rp.10.000,- per orang, tapi untuk menghemat uang baiknya berjalan kaki aja karena area lokasinya tidak terlalu jauh sehingga kita tidak telalu capek.

Setelah meliat perkebunan di agrokusuma kita bias mampir direstoran untuk menukarkan kupon dengan juuce apel atau jambu, jika mau makan juga bias tinggal pesan aja tapi format pesanan diagrokusuma agak berbeda dengan ditempat lain karena diagrokusuma setelah kita memesan makanan kita harus membeli kupon dulu setelah membeli kupon kita baru bias memesan makanan dengan cara menukarkan kupon tersebut. Untuk memetik apel ada tempat khususnya sayangnya pohon untuk memetik apelnya tidak terlalu banyak dan juga buahnya keil-kecil, apel yang telah dipetik tidak boleh langsung dimakan  tetapi harus dicuci terlebih dahulu takutnya pestisidanya masih ada dan dapat berbahaya bagi tubuh kita.


            Di Agrokusuma selain ada kebun apel ada juga wahana permainan yang seru dan bakal menyenangkan seperti flying fox, kita dapat memainkan permainan itu dengan mengeluarkan uang sebesar Rp.20.000,- per orang. Untuk anak-anak ada playgroud jadi anak-anak tidak merasa bosan berada diagrokusuma. Lalu ada green house yang isinya befrbagai tanaman hias, macam-macam anggrek, bonsai,dll. Di green house jika kita tidak mau membeli tanaman yang sudah besar kita juga bias membeli bibit tanaman sehingga kita tidak perlu lagi membawa tanaman yang besar.






















BAB V
PENUTUP

5.1      Kesimpulan
·        SPAT berdiri dengan mengembangkan usaha yang begerak dari hulu hingga hilir, dengan mengunakan ubi jalar sebagai bahan baku utama untuk pembuatan bakpao telo.
·        Ubi jalr digunakan dalam bahan baku utama karena memiliki keunggulan nutrisi yang tidak kalah dngan produk-produk pertanian lainyan dengan harga yang cukup murah dibandingkan produk pertanian lainnya.
·        Subak berdiri atas dasar  filosofi Tri Hita Karana karena subak mengandung tiga komponen pokok yaitu; Parahyangan, Pawongan, Palemahan
·        Subak didirikan untuk Menggali dan menghimpun berbagai benda dan data yang berkaitan dengan subak, Menyelamatkan, mengamankan dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan subak, dan sebagai sarana study/penelitian.
·        Agrokusuma merupaka suatu tempat rekresai yang menyediakan wahana wisata seperti kebun apel, tempat berbaim plying fox, green house, dll.
·        Budidaya di Agrokusuma ada yang organik dan hidroponik.

5.2   Saran
  • Mahasiswa harus belajar cara pengembangan agribisnis yang diterapkan oleh SPAT
·        .Museum Subak adalah tempat yang bersejarah yang banyak menyimpan barang bersejarah dibidang pertanian oleh sebab itu patut dijaga dan dirawat.
·        Penjelasan dari agrokusuma jangan terlalu cepat dan referensi agrokusuma lebih ditambah lagi.


DAFTAR PUSTAKA


Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis Cetakan kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Rachman, Benny.dan Sumedi 2001. Kelembagaan Pasar Benih Padi. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Rachman, Benny dan Tahlim Sudaryanto 2001. Kemampuan Daya Saing Padi di Indonesi Jurnal Sosio-Ekonomika. Universitas Lampung.
Rachman, Benny. 2002. Evaluasi Kebijakan Distribusi dan Harga Pupuk di Tingkat Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Rachman, Benny, Rusastra, Saptana, HP.Salim, Supriyati. 2002. Profil Usaha Pertanian diIndonesia. Bappenas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar