Semua makhluk hidup tersusun atas sel. Berdasarkan bukti fosil yang ditemukan, sel telah ada milyaran tahun yang lalu. Namun yang menjadi pertanyyan adalah kapan dan bagaimana awal kehidupan dimulai?
Para ilmuwan berusaha mencoba mencari jawaban mengenai asal-usul kehidupan. Dari percobaan-percobaan yang mereka lakukan, dihasilkan beberapa teori.
1. Teori Abiogenesis Klasik
Teori abiogenesis klasik disebut juga teori “generatio spontanea”. Teori tersebut menerangkan bahwa asal mula makhluk hidup adalah dari benda mati. Contohnya ikan dan katak nerasal dari Lumpur, cacing berasal dari tanah, dan kuman dari makanan basi.
Teori ini dianut sejak lama, tanpa memerlukan pengetahuan yang rumit, sesuai dengan tingkat pengetahuan manusia saat itu. Teori “generatio spontanea” dianut oleh ilmuan terdahulu. (klasik), yaitu : Aristoteles (384 – 322 SM). Teori ini juga di teguhkan oleh seorang ilmuan Belanda bernama Antony van Leuwenhoek pada tahun 1677. Leuwenhoek didukung oleh alat mikroskop temuannya yang dapat memperlihatkan kuman, sel sperma, sel darah, dan lain-lain. Ia memperhatikan bahwa kuman berasal dari udara dan makanan basi. Penemuan ini memperkuat teori abiogenesis, walaupun Leuwenhoek sendiri adalah penganut teori biogenesis. Teori abiogenesis dianut selama lebih dari 20 abad tanpa ada sanggahan, sampai orang mulai kritis dengan pertanyaan apa benar lalat muncul dari daging busuk begitu saja tanpa ada peristiwa tertentu sebelumnya.
Teori biogenesis.
Teori abiogenesis klasik disanggah sejak abad ke-19. Sanggahan utama dikemukakan oleh Louis Pastuer, Lazzaro Spallanzani, dan Fransisco Redi. Pengamatan mereka yang lebih terencana, teliti, dan sabar dalam eksperimen yang membuktikan bahwa “kuman yang tumbuh pada daging adalah karena induk kuman sudah ada di daging busuk dan kalau belatung lalat tumbuh dari daging busuk itu disebabkan oleh induk lalat bertelur did aging tersebut”.
Percobaan yang dilakukan oleh Fransisco Redi dan Lazzaro Spallanzani adalah sebagai berikut.
Percobaan Redi (1626 – 1679) | Percobaan Spallanzani (1729 – 1799) |
Tujuan: Untuk membuktikan bahwa belatung yang tumbuh dari daging adalah karena induk lalat yang bertelur menghasilkan belatung did aging tersebut. | Tujuan: Untuk membuktikan bahwa kuman tidak tumbuh dari kaldu yang steril |
Prosedur percobaan: Digunakan 3 kelompok stoples yang masing-masing A, B, dan C. Stoples A diisi sepotong daging dan ditutup kain rapat, steril dari kuman. Stoples B diisi sepotong daging dan ditutup dengan kain kasa. Stoples C diisi sepotong daging dan dibiarkan terbuka. Ketiga kelompok stoples tersebut dibiarkan beberapa hari. | Prosedur percobaan: Digunakan 2 kelompok labu. Kelompok 1 berisi cairan kaldu daging yang dipanaskan dan setelah dingin dibiarkan terbuka beberapa hari. Kelompok 2 berisi cairan kaldu daging yang dipanaskan, kemudian ditutup rapat-rapat dan didinginkan serta dibiarkan beberapa hari |
Hasil: Pada stoples A tidak tumbuh belatung sama sekali. Pada stoples B lalat hinggap dikain kasa dan belatung ada tumbuh sedikit di daging. Pada stoples C lalat hinggap diatas daging dan banyak belatung tumbuh did aging. | Hasil: Setelah beberapa hari, pada labu yang dibiarkan terbuka, kaldunya berubah keruh yang berarti mengandung kuman yang berkembang pesat. Pada labu yang steril dan tertutup rapat, tidak ditumbuhi kuman dan kaldu tetap tampak jernih. |
Kesimpulan: Belatung hanya tumbuh dari daging yang di hinggapi lalat (untuk bertelur) | Kesimpulan: Kaldu keruh karena tidak steril, yang menyebabkannya adalah pertumbuhan kuman yang terbawa oleh udara. |
Percobaan Louis Pasteur (1822 – 1895).
Pada dasarnya, percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur hanya ingin menyempurnakan percobaan yang dilakukan oleh Lazzaro Spallanzani. Ia menggunakan labu yang berhubungan dengan pipa bentuk leher angsa,yaitu melengkung dua kali sehingga kalau ditegakkan akan menyebabkan mikroorganisme dari udara tida dapat mencapai kaldu meskipun udara tetap dapat masuk, karena terperangkap dilengkungan pipa. Labu itu diisi kaldu daging yang dipanaskan hingga steril, kemudian dibiarkan beberapa hari. Ternyata, kaldu tetap steril. Bila labu yang diberi pipa bentuk leher angsa tersebut dimiringkan sampai kaldu keluar dari ujung pipa, lalu dibiarkan tegak, ternyata kaldu menjadi keruh yang berarti ada mikroorganisme dari udara sewaktu labu miring.
Bukti-bukti eksperimental ketiga ilmuwan tersebut cukup kuat untuk menyanggah teori abiogenesis yang sudah dianut sejak Aristoteles. Oleh karena itu, bukti-bukti tersebut membangun teori baru yang dinamakan “teori biogenesis” yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup. Teori ini memiliki tiga semboyan, yaitu :
- Omne vivum ex ovo yang berarti semua makhluk hidup berasal dari telur;
- Omne Ovum ex vivo yang berarti semua telur berasal dari makhluk hidup;
- Omne vivum ex vivo yang berarti semua makhluk hidup berasal dari makhluk hidup.
Teori Abiogenesis Modern : Evolusi Kimia
Zaman terus bergulir. Wawasan pengetahuan manusia dan pengalaman yang bertambah menyebabkan manusia mempertanyakan asal-usul makhluk hidup dari awal mula setelah bumi terbentuk. Pada asal-usulnya bumi tidak ada demikian pula makhluk hidup.
Teori tentang pembentukan bumi bumi dijelaskan dengan teori Big-Bang (Teori Tumbukan Besar) yaitu “pada 15-20 ribu juta tahun lalu terjadi ledakan ruang angkasa yang mengawali terbentuknya tata surya. Kira-kira 5 juta tahun yang lalu, system tata surya mulai terbentuk. Ini diikuti dengan evolusi kosmik, dan sewaktu pertama kali bumi terbentuk, atmosfer purba tidak mengandung oksigen”.
Proses pembentukan kehidupan di permukaan bumi terjadi secara perlahan-lahan menghasilkan adanya kehidupan yang diterangkan oleh Oparin dari Russia dan Haldane dari Inggris. Pada tahun1920-an, mereka hanya membuat postulat (hipotesis yang tidak didukung dengan bukti-bukti) bahwa atmosfer bumi pada zaman purba memiliki kecendrungan menyintesis senyawa organik dari molekul anorganik purba, yaitu metana (CH₄), ammonia (CH₃), hidrogen (H₂), air (H₂O). Peristiwa pembentukan senyawa organik dari senyawa anorganik ini bersifat “irreversible” yaitu tidak dapat kembali karena bumi modern sekarang banyak mengandung oksigen dari fotosintesis. Oksigen menghalangi reaksi spontan pembentukan molekul organik karena oksigen menyerang ikatan kimia dan mengekstrak elektron. Pada nantinya, hipotesa tersebut dapat dibuktikan oleh Miller dan Urey kira-kira 25 tahun kemudian.
Tahapan Evolusi Kimia
Evolusi kimia berlangsung sebelum evolusi biologi. Tahapan yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan senyawa kimia organik sederhana dari zat-zat anorganik dengan bantuan energi kosmis di atmosfer purba :
H₂O + H₂ + NH₃ˉ + HCN → urea, formaldehid, astat, dan sebagainya.
2. Pembentukan senyawa kimia yang lebih kompleks : urea, formaldehid, astat, dan sebagainya → asam amino, glukosa, asam lemak, dan nukleotida.
3. Pembentukan senyawa komplek dengan cara polimerisasi senyawa monomer organik :
- asam amino → polimer protein
- glukosa → polimer amilum, selulosa
- asam lemak + gliserol → lemak
- nukleotida → RNA
4. Beberapa molekul sederhana dan molekul polimer berinteraksi menjadi agregat seluler. Beberapa molekul berfungsi secara structural dan menjadi substrat reaksi untuk menghasilkan energi bagi reaksi-reaksi sintesis.
5. Beberapa molekul (nukleotida) mengalami polimerosasi menjadi RNA yang mampu bertindak sebagai enzim untuk sintesis, sekaligus mengarahkan jalannya reaksi-reaksi dalam kompartemen (koaservat atau protobion).
6. RNA menjadi cukup stabil untuk bertindak sebagai molekul pembawa informasi genetis.
7. Reaksi-reaksi kimia agregat cikal bakal seluler tersebut tersekat atau terjebak dalam sekat hidrofobik (lemak) dan ini menjadi cikal bakal sel.
Pada tahun 1953, Stanley Miller dan Harold Urey melakukan percobaan untuk membuktikan hipotesis Oparin dan Haldane. Salah satunya adalah membuktikan bahwa bahan kimia biologis (asam amino yang merupakan prekursor protein) terbentuk dari metana, amonia, hidrogen, dan air melalui proses nonbiologis didalam tabung yang dianggap meniru kondisi atmosfer purba, setelah diberi loncatan listrik.
Pembentukan Senyawa Monomer dari Senyawa yang Lebih Sederhana
Satu-satunya percobaan yang dapat dilakukan untuk membuktikan bahwa ada reaksi kimia anorganik yang mampu membentuk zat kimia organik, yang dipercaya terjadi di masa lalu. Artinya, produk dalam tabung reaksi hanyalah berupa molekul-molekul sederhana. Padahal, reaksi evolusi kimia tentu jauh dari itu. Molekul dalam sel diakui jauh lebih kompleks, dan dalam hal ini hanya sel saja yang dapat melakukan sintesis bahan selulernya berdasarkan kemampuan informasi genetic yang dimiliki.
Polimerisasi Senyawa Monomer Sederhana.
Pembentukan molekul organik yang kompleks terjadi dengan peristiwa yang masih belum jelas dan dimengerti. Secara teoritis, asam amino mengalami polimerisasi membentuk protein. Nukleotida mengalami polimerisasi membentuk asam nukleat (DNA dan RNA). Monosakarida berpolimerisasi membentuk polisakarida, sedangkan polimerisasi asam lemak dan gliserol membentuk lemak.